You're My Love, You're My Heart ( Part 2 : The Angel?! Huh!)

Di Rumah Sakit ...
Donghae_POV

Donghae mengambil napas dalam-dalam, bingung. Kenapa Ai belum sadar-sadar juga. Ini benar-benar bukan hari keberuntunganku, pikirnya. Bagaimana bisa? Pasien di rumah sakit ini membludak datang.
"Ini rumah sakit mahal dan eskklusif. Biasa sepi tapi ..." 
"Cho Ai Young," panggil seorang suster. Donghae menoleh cepat lalu mendatangi suster itu.
"Iya? Bagaimana?" tanya Donghae langsung. Suster itu membuka perlahan lembaran kertas catatannya.
"Dia hanya lelah, butuh istirahat. Mmm ... ada satu pesan ... kalau dia terlalu lelah dia akan langsung pingsan. Jangan dibiarkan terus-menerus bisa-bisa dia menderita penyakit yang berat, seperti jantung," jelas suster itu. Donghae mengangguk lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku.
"Bagaimana dengan biaya obatnya?" lanjut Donghae.
"Dia hanya butuh istirahat yang cukup, tetapi juga diberi obat. Salah satunya penenang,"
"Maksud suster? Bukan  obat bius 'kan?" tanya Donghae cemas.
"Oh, bukan. Mungkin dia sudah sadar. Silahkan masuk.Tapi tunggu dulu. Anda siapanya?" tanya suster itu curiga.
"Oh, errr ... teman," kilah Donghae. Alis suster itu mengerut.
"Teman apa?" tanyanya lagi. Donghae langsung mengentakkan kakinya kesal.
"PACAR! SUDAH PUAS???" bentak Donghae tidak sabar. Suster itu hanya mengangguk-anggukkan kepala. Donghae masuk ke dalam ruangan tempat Ai, lalu membanting pintu ruangan dengan cukup keras.
End Donghae_POV
Author_POV
"Hei, di rumah sakit tidak boleh ribut." tiba-tiba seorang namja yang mengenalnya menegurnya.
"Memangnya kenapa?" Donghae menoleh dengan kesal. "YONGHWA!" bentak Donghae sambil mengepalkan tangannya, dengan sigap Yonghwa mengelak dan menyambar pergelangan tangan Donghae sambil tertawa. 
"Fiuhhh ... untung tidak kena,"
"Lepaskan, tanganku lemas tahu!" bentak Donghae. Yonghwa kemudian melepaskannya.
"Nah, kau mau bolos ya? Guru itu bisa marah lagi kepadamu tahu! DASAR! Ayo pulang," cerocos Yonghwa. Donghae menaikkan sebelah alisnya.
"Kau ini! Aku tahu kau sedang bersandiwara, pasti kau tahu arti di balik semua ini 'kan?" tanya Donghae. Yonghwa menghembuskan napasnya.
"Baik, aku mengetahuinya, kau dan gadis ini terkena hukuman dan karena kecapaian dia ping ..." secara tidak sengaja, Yonghwa melirik ke arah gadis itu dari ujung kaki sampai ujung rambut.
"...?"
"...san" sambung Yonghwa. Donghae bingung, alisnya mengerut.
"Ada apa?" tanya Donghae. Yonghwa menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Oh ...! Tidak, tidak. Aku hanya ... hanya sedikit, aneh ..." jelas Yonghwa kaku. Donghae tahu Yonghwa berbohong.
"Ahaaa ..... kau berbohong ya???" goda Donghae. Yonghwa mengerutkan keningnya.
"TIDAK!" sahut Yonghwa marah. Donghae meletakkan telunjuknya di depan kedua bibir Yonghwa.
"Eits, jangan marah. Aku hanya bercanda." canda Donghae sambil tersenyum. Yonghwa membalas senyumannya.
"Nng ... tentang gadis ini, sepedanya juga sudah kukembalikan ke rumahnya, aku mengetahuinya dari buku penguhubungan, dan ... aku mengetahui kau kabur membawa seorang gadis dari penjaga sekolah,"
"Ya, tapi aku dan gadis ini benar-benar tidak sebanding." keluh Donghae.
"Maksudnya?"
"Argh, tidak. Oh ya, pelajaran masih dimulai 'kan?"
"Ya, tapi kau dianggap bolos sehari." Yonghwa mengambil ponselnya lalu mengutak-atiknya.
"APA?! Aaahhh ... kenapa aku tidak diizinkan?" tanya Donghae panik.
"Mana kutahu?!" kata Yonghwa cuek.
"Uuummm ..... aku harus berada di mana? Maksudku, habis mengantar Ai pulang, aku harus kemana? Tidak mungkin pulang ke rumah," rutuk Donghae. Yonghwa tersenyum lalu meletakkan kedua jarinya di depan dada Donghae.
"Ke rumahku saja bodoh! Semuanya sudah tahu kau temanku 'kan? Hanya seperti itu saja,"
"Kau ini benar-benar dingin! Oh ya, tadi kau menemukan alamat Ai di mana?"
"Ai? Siapa?" Yonghwa bertanya polos.
"Tidak mungkin kau tidak tahu jika bisa sampai ke rumahnya ....." Donghae menggeretakkan gigi-giginya. Yonghwa memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.
"Nah, aku mengetahuinya dari seorang guru? Lalu, Ai itu siapa?" Donghae benar-benar  hilang kesabaran. "Siapa gadis ini Donghae?"
"DIALAH AI BODOOOHHH!!!!! MASA KAU TIDAK TAHU???" Donghae benar-benar geram. Yonghwa meletakkan telunjuknya di depan kedua bibir Donghae.
"Eits, aku hanya bercanda. Dan di rumah sakit tidak boleh ribut-ribut. Oke?"
"Aaarrgghhh ...! Kau ini!" Donghae mencubit pipi Yonghwa. Yonghwa hanya tertawa.
"Iya, iya. Nah, jadi. SIAPA gadis ini?"
"YONGHWA! Tadi sudah kujelaskan! Arrgghhh ... baik, baik! Dialah Ai Yonghwa, Ai. Cho Ai Young, anak kelas 1-1. Mengerti???"
"Oh, iya. Baiklah."
"Jadi .. dia?"
"Iya," jawab Donghae. "Sudah ya, aku mau pulang, kau antar Ai ke rumahnya."
"Bodoh, seharusnya kau yang mengantar Ai. Kau bolos tahu, sedangkan aku tidak. Masih banyak  junior yang minta pembelajaran dariku, nah, sekarang kau mengerti? Bye,"
"Uwaaa! Kau mau ke mana?!" Donghae menarik ujung seragam Yonghwa. Yonghwa mendesis.
"Tentu saja mau kembali ke sekolah! Mau ke mana lagi memangnya? Kafe? Masa bodoh!" desis Yonghwa.
"Uuhh ... kumohon tolong aku!" pinta Donghae dengan mata sayunya yang di buat-buat. Yonghwa menepis tangannya dan berbalik.
"Minta tolong apa lagi?" tanyanya dengan nada tinggi. Belum sempat Donghae mengeluarkan kata-kata, Ai telah bangkit dari tidurnya, dia sudah siuman.
"Nnng ... omo? Di mana aku?" tanya Ai pada dirinya sendiri, kedua namja yang tadi habis perang dingin menoleh serentak. Ai mengedikkan kepalanya lalu terkejut melihat Donghae dan Yonghwa.
"Gyaaa! Siapa kalian?!" tanya Ai panik. Donghae menyentuh kening Ai lalu mendorong keningnya sedikit dengan telunjuknya.
"Nah, kau di rumah sakit Tako, membuat semua orang repot saja! Pingsan lagi! Huuhhh ... bikin panik!" omel Donghae, lagi-lagi Ai cemberut dengan wajahnya yang khas dan lucu.
"Jyeee! Lagian siapa yang menyuruhku pingsan? Sembarang!" Ai melompat dari ranjang dan berusaha berdiri tetapi ...
"Dasar Donghae oppa jelek!" bisik Ai. Tetapi, karena tubuhnya belum kuat, ia tergelincir.
"EH?! Kyaaa!"
"AWAS!"
Dengan sigap, Yonghwa segera menahan Ai. Ai hanya menutup mata di pelukan Yonghwa. Wajah Yonghwa sedikit bersemu merah. Ai buru-buru bangkit dari pelukan Yonghwa.
"Eh, mianhe oppa, aku sungguh-sungguh minta maaf," berkali-kali Ai membungkukkan badannya. Yonghwa hanya menganggguk-anggukkan kepala.
"Oh, iya-iya. Unng ... jangan terlalu banyak bergerak ya, tubuhmu masih belum pulih," saran Yonghwa. Donghae mengerutkan keningnya.
"Oh, oppa dokter ya?" Yonghwa tertawa kecil.
"Haha ... bukan! Eh, nng ... kau sama Donghae saja ya??? Unnng ... bye! Yah, bye!" Yonghwa melambaikan tangannya dan berlari cepat. Donghae menaikkan sebelah alisnya.
End Author_POV
Donghae_POV
Suasana hening ...
Donghae sungguh-sungguh bosan karena Ai tidak memperdulikannya, berkali-kali dia menatap kosong Ai. Kemudian memutuskan untuk berdehem dengan tujuan "menyadarkan" Ai dalam lamunannya.
"Ehem!" bisik Donghae. Ai melirik Donghae sambil mengibaskan rambutnya, lalu mengucirnya menjadi kucir dua dengan dua buah pita berwarna putih + bandul mawar putihnya. Kemudian menoleh pada Donghae.
"Ada apa? Kenapa kau ada di sini?" tanya Ai tidak ramah. Donghae menarik salah satu pita rambut Ai. "Hei lepaskan!" ronta Ai sembari menggapai-gapai pitanya yang diambil Donghae, Donghae sedang  melambai-lambaikan pita Ai.
"Apa ini? Benda jelek seperti ini dibela-belain!" Donghae seakan menyentuh pita itu dengan perasaan jijik.
"Lepaskan! Atau kau ku mutilasi!" (#hyaaa! Kejam amat!)
"Kenapa kau memanggilku seperti seumuran saja? Kau memanggil Yonghwa dengan sebutan oppa, sedangkan aku? Kau menyebutku seperti kau seumuran denganku! Apa kau tidak bisa ramah sedikit?" tanya Donghae bertubi-tubi. Ai menunduk sambil meremas selimut. Donghae tersenyum nakal. "Ahaha ... kena kau! Ternyata begitu cara 'menaklukan' singa liar sepertimu? Hanya dengan menegaskan kata-kata," bisik Donghae dalam hati.
"Giiihhh!!! Iya, iya! Tapi kembalikan pitaku!" Ai kembali menggapai-gapai pitanya, Donghae dengan cepat memasukkan pita itu dalam saku celananya.
"Oh ... kau mau pitamu kembali? Tapi ada syaratnya yaitu ... ini" Donghae menunjuk sebelah pipnya. Ai sedikit tersentak karena tahu apa maksud Donghae, kemudian tersenyum licik.
"Oh, Donghae oppa mau itu ya? Sebentar ..." Ai beranjak dari duduknya, Donghae kaget setengah mati karena ada gadis se-pemberani Ai yang berani melakukan "hal itu".
PLAAKK!
Ai menampar Donghae hingga telapak tangannya ter-cap di pipi Donghae. Pita yang berada di saku Donghae jatuh seketika, Ai kemudian mengambil pitanya lalu memasangkannya kembali ke rambut halus dan panjangnya. Donghae bangkit dari tidurnya karena tersungkur sewaktu Ai menampar pipinya.
"Uwaaa! Sakitnya bukan main! Hei, kenapa kau menamparku?!" tanya Donghae sambil mengelus pipi kirinya.
"Lhooo ....??? Tadi kau minta menampar pipimu sendiri, tapi sekarang malah protes," Ai menyisir rambutnya dengan jari-jemarinya.
"Tadi aku hanya menunjuk pipiku! Kenapa kau menamparnya?!" Donghae meringis kesakitan. Ai mengambil napasnya.
"Jadi maksudmu menunjuk pipimu apa?" tanya Ai tenang. Donghae menaikkan sebelah alisnya.
"Aku menyuruhmu untuk ... " Donghae seketika terdiam. "Apa yang harus kukatakan? Aku telah memakan umpannya mentah-mentah!" Donghae meneguk ludah melihat Ai terlihat begitu tenang.
"Nah, untuk apa?"
"Erggh ... ti .. tidak," Donghae menggelengkan kepala, Ai tertawa lepas.
Suasana hening ...
"Ayo, pulang! Orang tuamu pasti sangat khawatir," ajak Donghae, Ai ragu-ragu, tetapi mata Donghae meyakinkan.
"Baiklah," jawab Ai. Donghae mengangguk lalu mereka pergi ke mobil, dan menuju rumah Ai.
Di Rumah Ai ...
"Umma Ai pulang," ujar Ai sambil membuka pagar. Donghae bersungut-sungut.
"Omo?! Onnie sudah pulang?" Yoe Kyung bergegas berlari ke depan pagar, wajahnya nampak ceria.
"Aigoo! Onnie sudah pulang ... oonie sudah pulang ..." Yoe Kyung berlari ke pelukan Ai, dengan cepat Ai segera menggendongnya.
"Iya, Umma ke mana Yoe?" tanya Ai sambil mendekatkan wajahnya. Yoe Kyung tergelak.
"Ada, ayo onnie, eh ... tapi ...  oppa ini siapa?" tanya Yoe Kyung sambil mendongakkan kepalanya. Donghae mengerutkan kening.
"Oh, ini! Emm ... teman onnie Yoe," Ai berusaha meyakinkan adik laki-lakinya yang masih berumur 4 tahun iti, kening Yoe Kyung mengerut. Dia melihat Donghae dari ujung kaki sampai ujung rambut.
"Umm .. begitu ya? Ya sudah, Yoe panggil Umma dulu ya ..." Yoe Kyung berlari menuju rumah, Ai mempersilahkan Donghae masuk dengan kasar. Donghae tersenyum palsu.
"Apa katamu? Teman? Bwa ... hahaha ....! Astaga! Beraninya ..... ahahaha!" Donghae tertawa sembari memegang perutnya yang sakit karena terlalu banya tertawa, wajah Ai bersemu merah, ia mengepalkan tangan.
"Bisa diam tidak?! Uuuuhhhh ...." melihat mata Ai yang melotot, Donghae segera terdiam.
"Ups! Uhmmhmpphh ....." tetapi wajahnya masih menunjukkan bahwa ia masih ingin tertawa. "Iya, iya. Aku cuma mau tanya. Kenapa kamu dan adikmu jarak umurnya sangat jauh?" tanya Donghae, Ai yang sedang meneguk segelas air dingin kemudian tersedak. Donghae mengerutkan kening.
"Mana kutahu?! Sudah! Jangan banyak omong!" Ai hampir saja menimpuknya memakai gelas yang sedang ia pegang, tetapi umma-nya sudah datang.
"Oh, Ai! Kau bawa teman sekolahmu? Laki-laki? Siapa namanya? Astaga, baru pertama kali masuk sekolah sudah ada dua senior yang datang ke rumah ini, laki-laki tampan pula, entah tadi aku lupa namanya, Yong ... Hwayong ... nng ... oh! YONGHWA! Ah, iya! Nah, yang satu ini siapa? Umma ingin melihatnya!" pinta umma. Ai menggaruk kepalanya.
"Aiiihhh .... UMMA!"
Terlambat, umma sudah ada di depan kusen pintu, Donghae berada di teras depan rumah, menatap langit yang biru. Umma terkejut seraya menutup mulutnya, tak percaya. sedangkan Ai sudah menepuk keningnya, berpura-pura akan pingsan. Yoe Kyung menatapnya heran.
"Astaga, Ai ...! Kau membawa malaikat! Tampannya anak ini ..." puji umma wajanhya merona merah. Donghae menoleh dan tersenyum sopan kepada umma, Ai muncul dengan rambut acak-acakan dan wajah kusut di depan pintu, wajahnya menatap Donghae sebal.
"Selamat siang Bibi, saya Lee Donghae, salah satu senior Ai," Donghae menyalami tangan umma dengan sopan, umma terpesona.
"Astaga Ai, lihatlah! Suaranya merdu sekali layaknya burung pipit, suara merdu nan indah, dan wajah yang bersinar seperti malaikat, astaga ... tampannya anak ini," umma lagi-lagi memuji Donghae. Donghae tersenyum.
"Apaan? Wajah setan begitu dibilang malaikat!" cibir Ai. Yoe Kyung yang sedang digendong Ai menganggukkan kepalanya.
"Oh ya, Bibi ini obat-obatan Ai, dan ini surat keterangan dari dokter," jelas Donghae sambil menyerahkan sebuah kantong plastik. Umma mengangguk.
"Baiknya kau Nak, seperti malaikat," bisik umma.
"Baik apanya? Sandiwara! Dia itu setan umma!" ujar Ai santai.
"Hush, kau ini Ai! Oh ya, kau anak dari siapa?" tanya umma. Donghae menhela napas sembari menyeka rambutnya.
"Putra kedua dari pemilik perusahaan Otto Group," jelas Donghae.
"Otto Group perusahaan yang sangat sukses itu? Yang menempati nomor urut perusahaan tersukses di Korean dengan nomor urut ke 4?" tanya umma takjub. Donghae mengangguk.
"Ya, dan tadi teman saya, Yonghwa putra pertama dari perusahaan Giwang Group yang menempati nomor urut 5," lanjut Donghae lagi.
"Sempurna, kau malaikat atau bukan?" Donghae tertawa kecil, Ai menatapnya sebal.
"Sekadar hanya itu, umma juga! Dari tadi malaikat melulu! Malaikat apa? Malaikat maut!" bisik Ai, umma memelototinya.
"Boleh aku memanggilmu menantu?" seketika wajah kedua "anjing-kucing" itu tidak karuan.
"UMMA!"
"Maaf Bibi, aku ada urusan, saya pulang dulu," pamit Donghae lalu berjalan cepat ke dalam mobilnya.
"Pergilah jauh-jauh sana! Tidak usah kembali! Mudah-mudahan kau dijemput malaikat maut!" pekik Ai.
Donghae tidak perduli, dia sudah menjalankan mobilnya.
"Menantu? Enak saja!" dengus Donghae.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Komentar